NPM : 54413863
Kelas : 1IA21
Permasalahan di Masyarakat
Pengertian dan
Latar Belakang Munculnya Masalah di Mastarakat
Menurut Soerjono Soekanto masalah
sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau
masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan
antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti
kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.
Masalah sosial muncul akibat
terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita
yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial
dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh
lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah,
organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.
Masalah sosial dapat dikategorikan
menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
1. Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.
2. Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3. Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb.
1. Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.
2. Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3. Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf, aliran sesat, dsb.
1. Faktor Ekonomi, faktor ini
merupakan faktor terbesar terjadinya masalah sosial. Apalagi setelah terjadinya
krisis global PHK mulai terjadi di mana-mana dan bisa memicu tindak kriminal
karena orang sudah sulit mencari pekerjaan.
2.Faktor Budaya, Kenakalan
remaja menjadi masalah sosial yang sampai saat ini sulit dihilangkan karena
remaja sekarang suka mencoba hal-hal baru yang berdampak negatif seperti
narkoba, padahal remaja adalah aset terbesar suatu bangsa merekalah yang
meneruskan perjuangan yang telah dibangun sejak dahulu.
3.Faktor Biologis, Penyakit
menular bisa menimbulkan masalah sosial bila penyakit tersebut sudah menyebar
disuatu wilayah atau menjadi pandemik.
4.Faktor Psikologis, Aliran
sesat sudah banyak terjadi di Indonesia dan meresahkan masyarakat walaupun
sudah banyak yang ditangkap dan dibubarkan tapi aliran serupa masih banyak
bermunculan di masyarakat sampai saat ini.
Masalah sosial menemui
pengertiaannya sebagai sebuah kondisi yang tidak diharapkan dan dianggap dapat
merugikan kehidupan sosial serta bertentangan dengan standar sosial yang telah
disepakati. Keberadaan masalah sosial ditengah kehidupan masyarakat dapat
diketahui secara cermat melalui beberapa proses dan tahapan analitis, yang
salah satunya berupa tahapan diagnosis. Dalam mendiagnosis masalah sosial
diperlukan sebuah pendekatan sebagai perangkat untuk membaca aspek masalah secara
konseptual. Eitzen membedakan adanya dua pendekatan yaitu person blame approach
dan system blame approach (hlm. 153).
Person blame approach merupakan
suatu pendekatan untuk memahami masalah sosial pada level individu. Diagnosis
masalah menempatkan individu sebagai unit analisanya. Sumber masalah sosial
dilihat dari faktor-faktor yang melekat pada individu yang menyandang masalah.
Melalui diagnosis tersebut lantas bisa ditemukan faktor penyebabnya yang
mungkin berasal dari kondisi fisik, psikis maupun proses sosialisasinya.
Sedang pendekatan kedua system blame
approach merupakan unit analisis untuk memahami sumber masalah pada level
sistem. Pendekatan ini mempunyai asumsi bahwa sistem dan struktur sosial lebih
dominan dalam kehidupan bermasyarakat. Individu sebagai warga masyarakat tunduk
dan dikontrol oleh sistem. Selaras dengan itu, masalah sosial terjadi oleh
karena sistem yang berlaku didalamnya kurang mampu dalam mengantisipasi
perubahan-perubahan yang terjadi, termasuk penyesuaian antar komponen dan unsur
dalam sistem itu sendiri.
Dari kedua pendekatan tersebut dapat
diketahui, bahwa sumber masalah dapat ditelusuri dari ”kesalahan" individu
dan "kesalahan" sistem. Mengintegrasikan kedua pendekatan tersebut
akan sangat berguna dalam rangka melacak akar masalah untuk kemudian dicarikan
pemecahannya. Untuk mendiagnosis masalah pengangguran misalnya, secara lebih
komprehensif tidak cukup dilihat dari faktor yang melekat pada diri penganggur
saja seperti kurang inovatif atau malas mencari peluang, akan tetapi juga perlu
dilihat sumbernya masalahnya dari level sistem baik sistem pendidikan, sistem
produksi dan sistem perokonomian atau bahkan sistem sosial politik pada tingkat
yang lebih luas.
Anak jalanan: Dilema?
Sebenarnya isltilah anak jalanan pertama kali diperkenalkan di Amerika Selatan
atau Brazilia yang digunakan bagi kelompok anak-anak yang hidup dijalanan
umumnya sudah tidak memiliki ikatan tali dengan keluarganya.Anak-anak pada
kategori ini pada umumnya sudah terlibat pada aktivitas-aktivitas yang berbau
criminal. Kelompok ini juga disebut dalam istilah kriminologi sebagai anak-anak
dilinguent. Istilah ini menjadi rancu ketika dicoba digunakan di negara
berkembang lainnya yang pada umumnya mereka masih memiliki ikatan dengan keluarga.
UNICEF kemudian menggunakan istilah hidup dijalanan bagi mereka yang sudah
tidak memiliki ikatan keluarga, bekerja dijalanan bagi mereka yang masih
memiliki ikatan dengan keluarga. Di Amerika Serikat juga dikenal istilah
Runauay children yang digunakan bagi anak-anak yang lari dari orang tuanya.
Walaupun pengertian anak jalanan
memiliki konotasi yang negatif di beberapa negara, namun pada dasarnya dapat
juga diartikan sebagai anak-anak yang bekerja dijalanan yang bukan hanya
sekedar bekerja di sela-sela waktu luang untuk mendapatkan penghasilan,
melainkan anak yang karena pekerjaannya maka mereka tidak dapat tumbuh dan
berkembang secara wajar baik secara jasmnai, rohani dan intelektualnya. Hal ini
disebabkan antara lain karena jam kerja panjang, beban pekerjaan, lingkungan
kerja dan lain sebagainya.
Anak jalanan ini pada umumnya
bekerja pada sector informal. Phenomena munculnya anak jalanan ini bukanlah
karena adanya transformasi system social ekonomi dan masyarakat pertanian ke
masyarakat pra-industri atau karena proses industrialisasi. Phenomena ini
muncul dalam bentuk yang sangat eksploratif bersama dengan adanya transformasi
social ekonomi masyarakat industrialsasi menuju masyarakat yang kapitalistik.
Kaum marjinal ini selanjutnya
mengalami distorsi nilai, diantaranta nilai tentang anak. Anak, dengan demikian
bukan hanya dipandang sebagai beban, tetapi sekaligus dipandang sebagai factor
ekonomi yang bisa dipakai untuk mengatasi masalah ekonomi keluarga. Dengan
demikian, nilai anak dalam pandangan orang tua atau keluarga tidak lagi dilihat
dalam kacamata pendidikan, tetapi dalam kepentingan ekonomi. Sementara itu,
nilai pendidikan dan kasih saying semakin menurun. Anak dimotivasi untuk
bekerja dan menghasilkan uang.
Dalam konteks permasalahan anak
jalanan, masalah kemiskinan dianggap sebagai penyebab utama timbalnya anak
jalanan ini. Hal ini dapat ditemukan dari latar belakang geografis, social
ekonomi anak yang memang datang dari daerah-daerah dan keluarga miskin di pedesaan
maupun kantong kumuh perkotaan. Namun, mengapa mereka tetap bertahan, dan terus
saja berdatangan sejalan dengan pesatnya laju pembangunan?
Ada banyak teori yang bisa
menejlaskan kontradiksi-kontradiksi antara pembangunan dan keadilan-pemerataan,
desa dan kota, kutub besar dan kutub kecil, sehingga lebih jauh bia terpetakan
lebih jela persoalan hak asasi anak. Meskipun demikian, kemiskinan bukanlah
satu-satunya factor penyebab timbulnya masalah anak jalanan. Dengan demikian,
adanya sementara anggapan bahwa masalah anak jalanan akan hilang dengan
sendirinya bila permasalahan kemiskinan ini telah dapat diatasi, merupakan
pandangan keliru.
Masyarakat Dan Negara :
Parillo menyatakan, kenyataan paling
mendasar dalam kehidupan sosial adalah bahwa masyarakat terbentuk dalam suatu
bangunan struktur. Melalui bangunan struktural tertentu maka dimungkinkan
beberapa individu mempunyai kekuasaan, kesempatan dan peluang yang lebih baik
dari individu yang lain (hlm. 191). Dari hal tersebut dapat dimengerti apabila
kalangan tertentu dapat memperoleh manfaat yang lebih besar dari kondisi sosial
yang ada sekaligus memungkinkan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan, sementara
dipihak lain masih banyak yang kekurangan.
Masalah sosial sebagai kondisi yang
dapat menghambat perwujudan kesejahteraan sosial pada gilirannya selalu
mendorong adanya tindakan untuk melakukan perubahan dan perbaikan. Dalam
konteks tersebut, upaya pemecahan sosial dapat dibedakan antara upaya pemecahan
berbasis negara dan berbasis masyarakat. Negara merupakan pihak yang sepatutnya
responsif terhadap keberadaan masalah sosial. Perwujudan kesejahteraan setiap
warganya merupakan tanggung jawab sekaligus peran vital bagi keberlangsungan
negara. Di lain pihak masyarakat sendiri juga perlu responsif terhadap masalah
sosial jika menghendaki kondisi kehidupan berkembang ke arah yang semakin baik.
Salah satu bentuk rumusan tindakan
negara untuk memecahkan masalah sosial adalah melalui kebijakan sosial. Suatu
kebijakan akan dapat dirumuskan dengan baik apabila didasarkan pada data dan
informasi yang akurat. Apabila studi masalah sosial dapat memberikan informasi
yang lengkap dan akurat maka bararti telah memberikan kontribusi bagi perumusan
kebijakan sosial yang baik, sehingga bila diimplementasikan akan mampu
menghasilkan pemecahan masalah yang efektif.
Upaya pemecahan sosial sebagai muara
penanganan sosial juga dapat berupa suatu tindakan bersama oleh masyarakat
untuk mewujudkan suatu perubahan yang sesuai yang diharapkan. Dalam teorinya
Kotler mengatakan, bahwa manusia dapat memperbaiki kondisi kehidupan sosialnya
dengan jalan mengorganisir tindakan kolektif. Tindakan kolektif dapat dilakukan
oleh masyarakat untuk melakukan perubahan menuju kondisi yang lebih sejahtera.
CONTOH MASALAH-MASALAH SOSIAL YANG ADA DALAM MASYARAKAT
1.
Masalah-masalah Kependudukan
Masyarakat yang
tinggal atau mendiami suatu wilayah tertentu disebut penduduk. Jumlah penduduk
yang mendiami suatu wilayah menentukan padat tidaknya di wilayah tersebut. Kita
akan membahas beberapa masalah kependudukan yang terjadi di negara kita.
Masalahmasalah kependudukan yang terjadi di Indonesia antara lain persebaran
penduduk yang tidak merata, jumlah penduduk yang begitu besar, pertumbuhan
penduduk yang tinggi, rendahnya kualitas penduduk, rendahnya pendapatan per
kapita, tingginya tingkat ketergantungan, dan kepadatan penduduk.
Wilayah
negara kita sangat luas. Penduduk yang tinggal di wilayah negara kita tidak
merata. Ada daerah yang sangat padat, namun ada juga daerah yang sangat jarang
penduduknya. Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sangat padat. Menurut
sensus tahun 2000, setiap satu kilometer persegi didiami lebih dari dua belas
ribu orang. Ini sangat berbeda dengan Provinsi Kalimantan Barat. Di sana hanya
ada 27 orang yang mendiami wilayah seluas satu kilometer persegi.
Jumlah
penduduk Indonesia sangat banyak. Indonesia menduduki urutan keempat negara
terbanyak jumlah penduduk setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Jumlah
penduduk Indonesia berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 adalah 205,8 juta
jiwa.
Jumlah
penduduk Indonesia sudah sangat banyak. Jumlah ini akan terus bertambah karena
pertumbuhan jumlah penduduk juga tinggi. Hal ini disebabkan oleh angka
kelahiran lebih tinggi dibandingkan dengan angka kematian.
Indonesia
memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Ini mempengaruhi kualitas atau mutu
penduduk Indonesia. Masyarakat Indonesia kurang memiliki keahlian dan
keterampilan dalam bekerja. Akibatnya, masyarakat mengalami kesulitan
mendapatkan pekerjaan yang bagus.
Pendapatan
per kapita artinya rata-rata pendapatan penduduk setiap tahun. Pendapatan per
kapita penduduk Indonesia masih rendah. Remdahnya pendapatan per kapita rendah
berkaitan erat dengan banyaknya masyarakat miskin.
Penduduk
yang tidak tidak bekerja disebut penduduk yang tidak produktif. Biasanya
penduduk yang tidak bekerja adalah yang telah berusia lanjut atau masih
anak-anak dan remaja. Mereka ini disebut usia nonproduktif. Penduduk
nonproduktif menggantungkan hidupnya pada penduduk produktif (bekerja). Karena
usia nonproduktif tinggi, maka tingkat ketergantungan di Indonesia cukup
tinggi.
- Kepadatan penduduk
Beberapa
kota besar di Indonesia sangat padat. Tingginya kepadatan penduduk menyebabkan
masalah-masalah sosial seperti pengangguran, kemiskinan, rendahnya pelayanan
kesehatan, meningkatnya tindak kejahatan, pemukiman kumuh, lingkungan tempat
tinggal yang tidak sehat, dan sebagainya.
Pemerintah terus
berupaya mengatasi masalah-masalah kependudukan di atas. Upaya yang sudah
dijalankan pemerintah antara lain sebagai berikut.
1. Menekan laju pertumbuhan penduduk melalui program keluarga berencana.
2. Melaksanakan program transmigrasi.
3. Meningkatkan kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan.
4. Membuka lapangan kerja sebanyak mungkin, dan sebagainya.
1. Menekan laju pertumbuhan penduduk melalui program keluarga berencana.
2. Melaksanakan program transmigrasi.
3. Meningkatkan kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan.
4. Membuka lapangan kerja sebanyak mungkin, dan sebagainya.
Contoh tindak
kejahatan adalah pencurian, perampokan, penjambretan, pencopetan, pemalakan,
korupsi, pembunuhan, dan penculikan. Banyaknya tindak kejahatan menciptakan
rasa tidak aman. Perampokan dan penodongan menggunakan senjata api sering
terjadi di kota besar. Di desa pun sering terjadi pencurian. Misalnya, ada yang
mencuri ternak, hasil pertanian, hasil hutan, dan sebagainya.
Tindak kejahatan
pencurian dan perampokan sering disebakan oleh masalah kemiskinan dan
pengangguran. Karena itu, pemerintah dan masyarakat harus berusaha keras untuk
menciptakan lapangan kerja. Selain itu, kualitas dan pemerataan pendidikan
harus ditingkat-kan untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian warga.
Sementara itu, aparat keamanan, terutama polisi harus mampu memberantas tindak
kejahatan. Masyarakat diharapkan membantu polisi.
Salah satu
masalah sosial yang dihadapi masyarakat adalah sampah. Masalah sampah sangat
mengganggu, terutama kalau tidak dikelolah dengan baik. Bagi masyarakat
pedesaan, sampah mungkin belum menjadi masalah serius. Tapi, tidak demikian
dengan masyarakat yang tinggal di kota atau di daerah padat penduduk.
Masyarakat kota dan daerah padat penduduk menghasilkan banya sekali sampah.
Sampah segera menumpuk jika tidak segera diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
sampah. Pemerintah, dalam hal ini adalah Dinas Kebersihan, memikul tanggung
jawab dalam mengelola sampah. Sampah yang menumpuk menimbulkan bau tidak sedap.
Sampah yang ditumpuk dapat menjadi sumber berbagai penyakit menular. Misalnya,
muntah berak (muntaber), penyakit kulit, paru- paru, dan pernapasan. Masalah
lain berkaitan dengan sampah adalah kebiasaan buruk membuang sampah
sembarangan. Di banyak tempat banyak warga yang biasa membuang sampah ke sungai
dan saluran air. Sungai dan aliran air menjadi mampet. Akibatnya, sering terjadi
banjir jika hujan lebat.
Semua warga
masyarakat harus ikut serta mengelola sampah. Warga bisa mengurangi masalah
sampah dengan tertib mengelola sampah. Kita biasakan untuk memisahkan sampah
plastik dari sampah basah. Kemudian kita menaruh sampah di tempat semestinya.
Ada pencemaran
air dan pencemaran udara. Perairan bisa tercemar karena ulah manusia, misalnya
membuang sampah ke sungai dan menangkap ikan dengan menggunakan pestisida. Sungai,
danau, atau waduk juga menjadi tercemar kalau pabrik-pabrik membuang limbah
industri ke sana. Pencemaran mengakibatkan matinya ikan dan makhluk lainnya
yang hidup di air. Akhirnya, manusia juga menderita kerugian.
Pencemaran udara disebabkan asap kendaraan bermotor dan asap pabrik-pabrik. Bayangkan apa yang terjadi dengan paru-paru kita, kalau kita menghirup udara yang sangat kotor seperti itu. Berbagai cara telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi pencemaran udara. Misalnya, membuat taman kota dan menanam pohon sebanyak-banyaknya. Kita sebagai warga negara sebaiknya ikut serta dalam program ini. Selain itu, kalau kita memiliki kendaraan bermotor, usahakan supaya kendaraan tersebut layak dipakai. Jangan sampai kendaraan milik kita mengeluarkan banyak asap.
Pencemaran udara disebabkan asap kendaraan bermotor dan asap pabrik-pabrik. Bayangkan apa yang terjadi dengan paru-paru kita, kalau kita menghirup udara yang sangat kotor seperti itu. Berbagai cara telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi pencemaran udara. Misalnya, membuat taman kota dan menanam pohon sebanyak-banyaknya. Kita sebagai warga negara sebaiknya ikut serta dalam program ini. Selain itu, kalau kita memiliki kendaraan bermotor, usahakan supaya kendaraan tersebut layak dipakai. Jangan sampai kendaraan milik kita mengeluarkan banyak asap.
Masalah sosial
lainnya yang juga sering dihadapi warga masyarakat di lingkungan adalah
kebakaran. Kebakaran yang terjadi di masyarakat umumnya merupakan kebakaran
pemukiman. Sebuah rumah terbakar dan menjalar ke rumah-rumah di sekitarnya.
Penyebabnya antara lain kompor meledak dan sambungan arus pendek (korsleting)
listrik. Karena itu, masyarakat harus sangat hatihati dengan dua hal ini.
Kebakaran pemukiman kumuh dan padat penduduk umumnya merusak sebagian bahkan
seluruh rumah yang ada di sana. Ini disebabkan karena bahan-bahan yang dipakai
untuk membangun rumah memang mudah terbakar. Selain itu, jalan masuknya sempit
sehingga sulit dijangkau oleh mobil pemadam kebakaran.
Kebakaran hutan sering terjadi pada musim kemarau. Asap kebakaran hutan banyak sekali. Asap kebakaran hutan mengganggu kesehatan dan lalu lintas. Selain itu, kawasan hutan akan semakin berkurang. Kalau terjadi kebakaran, segera menghubungi Dinas Pemadam Kebakaran terdekat. Warga juga harus saling membantu memadamkan api. Dan yang juga penting adalah mencegah terjadinya kekacauan atau aksi pencurian yang biasanya ikut terjadi pada saat terjadi kebakaran.
Kebakaran hutan sering terjadi pada musim kemarau. Asap kebakaran hutan banyak sekali. Asap kebakaran hutan mengganggu kesehatan dan lalu lintas. Selain itu, kawasan hutan akan semakin berkurang. Kalau terjadi kebakaran, segera menghubungi Dinas Pemadam Kebakaran terdekat. Warga juga harus saling membantu memadamkan api. Dan yang juga penting adalah mencegah terjadinya kekacauan atau aksi pencurian yang biasanya ikut terjadi pada saat terjadi kebakaran.
Beberapa
fasilitas umum yang mudah dijumpai adalah sarana transportasi (kereta api, bis,
angkot, kapal laut, kapal terbang), sarana pendidikan (sekolah), sarana
kesehatan (Puskesmas, balai kesehatan ibu anak, Posyandu, rumah sakit), dan
sarana hiburan (rekreasi).
Mengapa
buruknya fasilitas umum menjadi masalah sosial? Fasilitas umum digunakan secara
bersama oleh masyarakat. Kalau fasilitas umum itu rusak, maka masyarakat tidak
bisa menggunakannya. Apa yang terjadi jika bis-bis dan angkot rusak? Apa yang
terjadi ketika kereta api rusak atau anjlok? Ratusan bahkan ribuan warga
masyarakat terlantar. Mereka tidak bisa bepergian ke tempat lain. Mereka juga
pasti menderita kerugian yang sangat besar. Coba kamu perhatikan keadaan
fasilitas umum di lingkunganmu. Banyak fasilitas umum dalam keadaan rusak atau
tidak terpelihara, bukan. Banyak sarana transportasi seperti bus, kereta api,
dan kapal sudah tua dan kotor. Demikian juga fasilitas-fasilitas sosial lainnya
seperti telpon umum, WC umum, tempat hiburan dan rekreasi, dan sebagainya.
Fasilitas umum memang dipelihara dan dijaga oleh pemerintah. Meskipun demikian,
masyarakat harus membantu merawat dan menjaga supaya tidak cepat rusak.
7. Perilaku tidak disiplin
Dalam
hidup sehari-hari kita menjumpai banyak sekali perilaku tidak disiplin. Kita
ambil contoh keadaan di jalan raya. Salah satu penyebab terjadinya kemacetan
lalu lintas adalah perilaku tidak disiplin. Contoh perilaku tidak disiplin di
jalan raya antara lain sebagai berikut.
1. Menjalankan kendaraan melawan arus. Hal ini umumnya dilakukan pengendara sepeda motor.
2. Mengendarai sepeda motor di tempat yang bukan semestinya, misalnya di trotoar dan jalur cepat.
3. Pengandara mobil yang parkir sembarangan.
4. Angkot dan bis sering berhenti di sembarang tempat untuk menaikkan atau menurunkan penumpang.
5. Pejalan kaki menyebrang jalan meskipun rambu untuk pejalan kaki menyala merah. Banyak juga pejalan kaki yang menyeberang bukan pada tempat semestinya.
1. Menjalankan kendaraan melawan arus. Hal ini umumnya dilakukan pengendara sepeda motor.
2. Mengendarai sepeda motor di tempat yang bukan semestinya, misalnya di trotoar dan jalur cepat.
3. Pengandara mobil yang parkir sembarangan.
4. Angkot dan bis sering berhenti di sembarang tempat untuk menaikkan atau menurunkan penumpang.
5. Pejalan kaki menyebrang jalan meskipun rambu untuk pejalan kaki menyala merah. Banyak juga pejalan kaki yang menyeberang bukan pada tempat semestinya.
Masih banyak
lagi contoh perilaku tidak disiplin dalam masyarakat. Misalnya perilaku tidak
disiplin menempatkan sampah, tidak disiplin membayar pajak, tidak disiplin
dalam antre, dan lain-lain.
Narkoba adalah
singkatan dari narkotika dan obat-obatan berbahaya. Narkotika adalah obat untuk
menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, dan meningkatkan rangsangan,
contohnya morfin, heroin, dan kokain. Zat-zat yang tergolong narkoba umumnya
dipakai dalam dunia medis. Siapa pun yang menggunakannya untuk tujuan di luar
tujuan pengobatan (medis) tergolong tindakan yang salah. Penyalahgunaan narkoba
menjadi masalah sosial yang sangat serius. Pemakai narkoba akan kecanduan.
Zat-zat itu perlahan-lahan merusak tubuh pemakainya. Banyaknya peredaran
narkoba dan penyalahgunaan narkoba sangat meresahkan.
Negara kita memiliki hukum yang sangat keras yang mengatur peredaran narkoba. Siapa yang berani mengedarkan narkoba jenis apapun akan dihukum sangat berat. Mereka yang menggunakannya pun bisa dihukum. Demikian pula penggunaan alkohol. Agama telah melarang umatnya untuk mengkonsumsi alkohol. Negara kita juga memiliki undang-undang yang melarang penjualan alkohol di sembarang tempat. Meskipun demikian, masih ada banyak orang yang menyalahgunakan alkohol.
Negara kita memiliki hukum yang sangat keras yang mengatur peredaran narkoba. Siapa yang berani mengedarkan narkoba jenis apapun akan dihukum sangat berat. Mereka yang menggunakannya pun bisa dihukum. Demikian pula penggunaan alkohol. Agama telah melarang umatnya untuk mengkonsumsi alkohol. Negara kita juga memiliki undang-undang yang melarang penjualan alkohol di sembarang tempat. Meskipun demikian, masih ada banyak orang yang menyalahgunakan alkohol.
9. Pemborosan
energi
Sumber energi
berupa bahan bakar (minyak bumi, gas alam, dan batu bara) suatu ketika akan
habis. Sumber energi ini tidak dapat diperbarui. Karena itu, kita harus hemat
memakainya supaya sumbersumber energi ini tidak cepat habis. Coba perhatikan
keadaan di rumahmu? Apakah keluargamu termasuk orang yang menghemat energi?
Bagaimana keluargamu memakai listrik? Bagaimana keluargamu memakai bahan bakar
bensin atau solar? Apakah kamu memiliki mobil atau sepeda motor? Apakah dalam
menggunakan bahan bakar bensin dan solar, orang tuamu termasuk orang yang
boros. Kita bisa belajar menjadi hemat dalam menggunakan energi. Contoh cara
menghemat energi antara lain sebagai berikut.
1. Mematikan lampu-lampu yang tidak
diperlukan.
2. Bepergian naik kendaraan umum atau sepeda.
3. Memanfaatkan sumber energi alternatif misalnya dari tumbuhtumbuhan, angin, air, dan matahari.
2. Bepergian naik kendaraan umum atau sepeda.
3. Memanfaatkan sumber energi alternatif misalnya dari tumbuhtumbuhan, angin, air, dan matahari.
Apa yang
dirasakan ibumu ketika sulit mendapatkan beras? Tentu akan cemas, bukan? Dalam
masyarakat kita beberapa kali terjadi kelangkaan barang kebutuhan tertentu.
Beberapa waktu yang lalu masyarakat kesulitan mendapatkan kedelai. Akibatnya,
kegiatan industri berbahan baku kedelai, seperti industri tahu, tempe, susu
kedelai, dan kecap terganggu. Barang-barang kebutuhan yang sering langka antara
lain minyak tanah dan minyak sayur. Kelangkaan barang-barang kebutuhan
sehari-hari meresahkan masyarakat. Oleh karena itu, kelangkaan barang-barang
termasuk masalah sosial. Pemerintah mempunyai tugas memastikan bahwa persediaan
barang-barang kebutuhan sehari-hari cukup.
Masalah-Masalah Sosial
Blumer (1971) dan Thompson (1988) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan masalah sosial adalah suatu kondisi yang dirumuskan atau dinyatakan oleh suatu entitas yang berpengaruh yang mengancam nilai-nilai suatu masyarakat sehingga berdampak kepada sebagian besar anggota masyarakat dan kondisi itu diharapkan dapat diatasi melalui kegiatan bersama. Entitas tersebut dapat merupakan pembicaraan umum atau menjadi topik ulasan di media massa, seperti televisi, internet, radio dan surat kabar.Jadi yang memutuskan bahwa sesuatu itu merupakan masalah sosial atau bukan, adalah masyarakat yang kemudian disosialisasikan melalui suatu entitas. Dan tingkat keparahan masalah sosial yang terjadi dapat diukur dengan membandingkan antara sesuatu yang ideal dengan realitas yang terjadi (Coleman dan Cresey, 1987).
Contohnya adalah masalah kemiskinan yang dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku di masyarakat yang bersangkutan (Suparlan, 1984)
Dan untuk memudahkan mengamati masalah-masalah sosial, Stark (1975) membagi masalah sosial menjadi 3 macam yaitu :
(1) Konflik dan kesenjangan, seperti : kemiskinan, kesenjangan, konflik antar kelompok, pelecehan seksual dan masalah lingkungan.
(2) Perilaku menyimpang, seperti : kecanduan obat terlarang, gangguan mental, kejahatan, kenakalan remaja dan kekerasan pergaulan.
(3) Perkembangan manusia, seperti : masalah keluarga, usia lanjut, kependudukan (seperti urbanisasi) dan kesehatan seksual.
Salah satu penyebab utama timbulnya masalah sosial adalah pemenuhan akan kebutuhan hidup (Etzioni, 1976). Artinya jika seorang anggota masyarakat gagal memenuhi kebutuhan hidupnya maka ia akan cenderung melakukan tindak kejahatan dan kekerasan. Dan jika hal ini berlangsung lebih masif maka akan menyebabkan dampak yang sangat merusak seperti kerusuhan sosial. Hal ini juga didukung oleh pendapatnya Merton dan Nisbet (1971) bahwa masalah sosial sebagai sesuatu yang bukan kebetulan tetapi berakar pada satu atau lebih kebutuhan masyarakat yang terabaikan.
Dengan menggunakan asumsi yang lebih universal maka “tangga kebutuhan” dari Maslow dapat digunakan yaitu pada dasarnya manusia membutuhkan kebutuhan fisiologis, sosiologis, afeksi serta aktualisasi diri, meskipun Etzioni (1976) menjelaskan bahwa masyarakat berbeda antara satu dengan yang lain terkait dengan cara memenuhi kebutuhan hidupnya. Karena seorang individu pada dasarnya merupakan hasil “bangunan” budaya dimana individu itu tumbuh.
Hadley Cantrill (dalam Etzioni, 1976) melakukan penelitian di 14 negara dengan menanyakan harapan, aspirasi dan pangkal kebahagian kepada masyarakat di 14 negara tersebut diantaranya Brazil, Mesir, India, Amerika Serikat dan Yugoslavia. Hasilnya adalah hampir semua responden menyatakan bahwa faktor ekonomilah yang menempati urutan teratas terkait dengan harapan, aspirasi dan kebahagian bila dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya.
Sebab lain adalah karena patologi sosial, yang didefinisikan oleh Blackmar dan Gillin (1923) sebagai kegagalan individu menyesuaikan diri terhadap kehidupan sosial dan ketidakmampuan struktur dan institusi sosial melakukan sesuatu bagi perkembangan kepribadian. Hal ini mencakup : cacat (defect), ketergantungan (dependent) dan kenakalan (delinquent).
Para penganut perspektif patologi sosial pada awalnya juga beranggapan bahwa masalah sosial dapat dilakukan dengan cara penyembuhan secara parsial berdasarkan diagnosis atau masalah yang dirasakan. Tetapi akhirnya disadari bahwa penyembuhan parsial tidak mungkin dilakukan karena masyarakat merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan permasalahan bersifat menyeluruh.
Jika ruang lingkup masalah patologi sosial lebih mikro dan individual, maka dari perspektif “disorganisasi sosial” menganggap penyebab masalah sosial terjadi akibat adanya perubahan yang cukup besar di dalam masyarakat seperti migrasi, urbanisasi, industrialisasi dan masalah ekologi
Dengan memperhatikan perbedaan lokasi suatu daerah, Park (1967), menemukan bahwa angka disorganisasi sosial dan timbulnya masalah sosial yang tinggi ada pada wilayah yang dikategorikan kumuh akibat arus migrasi yang tinggi, dan hal ini diperkuat dengan pendapat Faris dan Dunham (1965), bahwa tingkat masalah sosial lebih tinggi di pusat kota secara intensitas dan frekuensi dibandingkan daerah pinggiran.
Disamping itu industrialisasi-pun (selain memberikan dampak yang positif) juga memberikan dampat yang negatif pada suatu masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Mogey (1956) menjelaskan bahwan pertumbuhan industri kendaraan bermotor di kota Oxford menjadikan biaya hidup di kota tersebut menjadi tinggi yang pada akhirnya akan mendorong buruh menuntut peningkatan upah kerja.
Perlu ditambahkan juga disini, bahwa masalah sosial tidak hanya karena kesalahan struktur yang ada di dalam masyarakat atau kegagalan sistem sosial yang berlaku namun juga dari tindakan sosial yang menyimpang atau yang dikenal sebagai “perilaku menyimpang” yaitu menyimpang dari status sosialnya (Merton & Nisbet, 1961).
Misalkan seseorang yang sudah tua bertingkah laku seperti anak-anak atau orang miskin bertingkah laku seperti orang kaya dan lainnya. Dengan demikian, seseorang itu disebut berperilaku menyimpang karena dia dianggap gagal dalam menjalankan kehidupannya sesuai harapan masyarakat. Namun demikian, Heraud (1970) membedakan lagi jenis perilaku menyimpang ini, apakah secara statistik, yaitu berlainan dengan kebanyakan perilaku masyarakat secara umum ataukah secara medik, yang lebih menekankan kepada faktor “nuture” atau genetis.
Ketidakmampuan seseorang dalam melakukan transmisi budaya juga dapat menyebabkan permasalahan sosial. Cohen dalam bukunya “Delinquent Boys : The Culture of the Gang” (1955) memaparkan hasil penelitiannya. Ia memperlihatkan bahwa anak-anak kelas pekerja mungkin mengalami “anomie” di sekolah lapisan menengah sehingga mereka membentuk budaya yang anti nilai-nilai menengah. Melalui asosiasi diferensial, mereka meneruskan seperangkat norma yang dibutuhkan melawan norma-norma yang sah pada saat mempertahankan status dalam ‘gang’nya..
Mengidentifikasi Masalah Sosial dalam Bidang
Komunikasi
Masalah sosial adalah suatu kondisi
yang dirumuskan atau dinyatakan oleh suatu entitas yang berpengaruh yang
mengancam nilai-nilai suatu masyarakat sehingga berdampak kepada sebagian besar
anggota masyarakat dan kondisi itu diharapkan dapat diatasi melalui kegiatan
bersama. Entitas tersebut dapat merupakan pembicaraan umum atau menjadi topik
ulasan di media massa, seperti televisi, internet, radio dan surat kabar.
Jadi yang memutuskan bahwa sesuatu
itu merupakan masalah sosial atau bukan, adalah masyarakat yang kemudian
disosialisasikan melalui suatu entitas. Dan tingkat keparahan masalah sosial
yang terjadi dapat diukur dengan membandingkan antara sesuatu yang ideal dengan
realitas yang terjadi (Coleman dan Cresey, 1987).
Dan untuk memudahkan mengamati
masalah-masalah sosial, Stark (1975) membagi masalah sosial menjadi 3 macam
yaitu :
- Konflik dan kesenjangan, seperti : kemiskinan, kesenjangan, konflik antar kelompok, pelecehan seksual dan masalah lingkungan.
- Perilaku menyimpang, seperti : kecanduan obat terlarang, gangguan mental, kejahatan, kenakalan remaja dan kekerasan pergaulan.
- Perkembangan manusia, seperti : masalah keluarga, usia lanjut, kependudukan (seperti urbanisasi) dan kesehatan seksual.
Salah satu penyebab utama timbulnya
masalah sosial adalah pemenuhan akan kebutuhan hidup (Etzioni, 1976). Artinya
jika seorang anggota masyarakat gagal memenuhi kebutuhan hidupnya maka ia akan
cenderung melakukan tindak kejahatan dan kekerasan. Hal ini diperparah oleh
peran media massa sekarang ini yang mengalami sedikit perubahan, bukan lagi
sebagai institusi yang memberi informasi yang edukatif dan hiburan yang
edukatif, akan tetapi lebih pada media yang memberi informasi, hiburan dan
edukasi yang kurang edukatif.
Kenyataan Komunikasi massa yang
semakin terus berkembang semakin banyak pula menimbulkan masalah-masalah
sosial. Jadi, wajah ganda media massa menjadi profil utama industri media massa
saat ini karena disatu sisi ia menamakan diri sebagai agen (agent of change)
perubahan dalam pengertian yang sesungguhnya, namun disisi lain ia juga sebagai
agen perusak (agent of destroyer) dan pemicu masalah-masalah social. Kenyataan
bahwa media massa justru miskin dari fungsi edukasi nilai-nilai kemanusiaan,
media massa justru lebih banyak menjadi corong provokasi nilai-nilai kehewanan,
seperti, materialisme, hedonisme, seks, konsumerisme, mistisme dan semacamnya
yang semua itu menurut banyak kalangan sebagai sumber pemicu berbagai persoalan
social di masyarakat saat ini. Maraknya demontrasi atau protes yang
dilakukan oleh masyarakat berkaitan dengan pornografi yang ada di media massaa,
menunjukan bahwa media massa dengan tayangan-tayangan merupakan pemicu dari
masalah-masalah sosial yang ada di masyarakat.
Berdasarkan penjelasan tersebut,
masalah komunikasi dalam hal ini pergeseran peran media massa memiliki pengaruh
yang kuat terhadap terjadinya masalah sosial di masyarakat, hal ini dapat
dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut:
- Media massa sekarang ini bukan saja dianggap sebagai media yang memberikan informasi dan edukasi pada masayarakat, akan tetapi juga dianggap sebagai pemicu dari masalah-masalah sosial yang ada di masayarakat.
- Media massa dianggap sebagai pemicu atau pihak yang juga bertanggung jawab dalam masalah-masalah sosial yaitu semakin meningkatnya kejahatan, semakin menurunya moralitas, semakin tingginya kenalakan remaja adalah karena tayangan-tayangan yang disampaikan oleh media massa.
Sumber :
www.daniarmurdi.com